Perut bumi Indonesia bagian timur mengandung sumber daya tidak terbarukan yang kini menjadi primadona dan pusat pusaran modal asing. Apalagi jika bukan nikel, ‘bebatuan ajaib’ yang konon mampu mengantarkan dunia ke era elektrifikasi kendaraan, jembatan menuju tahun-tahun yang lebih hijau dengan pemangkasan emisi karbon terukur.
Cadangan nikel Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, terkonsentrasi di Sulawesi, Maluku, dan sebagian Papua. Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki 72 juta ton cadangan nikel atau 52 persen dari total deposit dunia sebesar 139,41 juta ton. Adapun, menurut US Geological Survey 2020, cadangan nikel Indonesia terhitung sebesar 21 juta ton, 22 persen dari 95 juta ton perkiraan cadangan dunia.
Bolehlah kita sebut negeri ini sebagai jantungnya nikel dunia. Namun, ketiga pulau itu juga menjadi lumbung ratusan ribu hektare hutan dengan segala keanekaragaman hayati di dalamnya. Di situ jugalah, ratusan pelaku industri dan kongsi korporasi asing menyemut berebut ‘gula’.
Elektrifikasi kendaraan yang berpusat pada industri tambang nikel, tak dimungkiri harus berhadapan dengan risiko hilangnya sumber daya hutan dan potensi kerusakan ekologis lainnya. Akan tetapi, nilai ekonomi dari ‘bebatuan ajaib’ itu tampaknya terlalu menggiurkan untuk dibiarkan terbengkalai. Lihatlah bagaimana aliran modal asing mengalir deras ke penghiliran nikel belakangan ini.
Pemerintah melalui kantong Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) telah mengamankan total investasi senilai US$23,7 miliar. Angka yang fantastis itu bersumber dari kocek tiga pemain besar di industri baterai listrik dunia, yakni LG Energy Solution (US$9,8 miliar), Contemporary Amperex Technology Co., Limited atau CATL (US$5,9 miliar) dan Foxconn (US$8 miliar).
CATL dan LGES menduduki peringkat pertama dan kedua produsen baterai listrik terbesar dunia. Menurut catatan Bloomberg, keduanya berbagi pangsa pasar dunia masing-masing sebesar 34 persen dan 14 persen. Saat ini, perusahaan asal China menguasai 56 persen pangsa pasar baterai listrik dunia, sedangkan 26 persen lainnya digenggam Korea Selatan, dan Jepang mengantongi sisanya.
Foxconn, di sisi lain, dikenal sebagai produsen elektronik dunia nomor wahid, pemasok Apple Inc. yang berpusat di Taiwan. Belakangan, Foxconn tak mau ketinggalan mencubit kue dari industri baterai listrik.
Ketiga raksasa itu sama-sama berkongsi dengan Indonesia Battery Corporation (IBC), perusahaan patungan antara PT Antam Tbk. (ANTM), MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero). Bedanya, Foxconn juga menggandeng Gogoro dan PT Indika Energy Tbk. (INDY).
Total nilai investasi dari tiga korporasi itu mengalir ke tiga mata rantai industri, yakni penambangan nikel di Halmahera, Maluku Utara; pusat pemurnian, prekursor, katoda hingga daur ulang baterai di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah; serta pabrik baterai listrik di Karawang, Jawa Barat.
Sejumlah korporasi jumbo yang disebut-sebut juga bakal menggelontorkan investasi di Indonesia antara lain BASF, VW, dan British Volt, di luar Tesla yang masih tarik-ulur.
Sementara sisi penawaran terus dipacu dengan mengorek investasi asing, sisi permintaan juga digenjot dengan kebijakan yang menyokong percepatan transisi menuju elektrifikasi kendaraan.
Presiden Joko Widodo pada 13 September 2022 mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/2022 tentang penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional dan/atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Pada saat yang sama, Kementerian Perhubungan berencana mulai mensubsidi pembelian kendaraan listrik pada 2023. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam sebuah wawancara Kamis, 6 Oktober 2022, mengatakan saat ini pihaknya sedang menentukan besaran dan mekanisme tepatnya. Kemenhub juga tengah menimbang-nimbang subsidi untuk konversi kendaraan dengan internal combustion engine (ICE).
Targetnya cukup ambisius. Pada 2025, pemerintah menargetkan setidaknya ada 2,5 juta kendaraan listrik mengaspal. Sedangkan hingga Oktober 2022, Kemenhub mencatat baru ada sekitar 28.188 kendaraan listrik di Indonesia, terdiri atas 22.942 roda dua, dan 4.904 roda empat. Sisanya bus, truk, dan kendaraan roda tiga.
“Seseorang bertanya kepada saya mengapa Indonesia begitu ambisius dengan EV. Mungkin karena dia tidak mengalami hal yang sama seperti kami di sini dalam hal polusi udara yang berasal dari mesin pembakaran,” kata Budi.
Penjualan Mobil Listrik di Dunia (unit)
Penjualan Mobil Listrik di Indonesia (unit)
Dibandingkan dengan mobil, dia meramalkan bahwa penjualan sepeda motor listrik akan melaju lebih kencang karena faktor penyetaraan harga dengan kendaraan konvensional yang akan lebih cepat tercapai.
Yesvika Prescilla, karyawan swasta di Jakarta dan pengguna kendaraan roda dua, mengakui hal tersebut. Dalam waktu dekat dia berencana membeli sepeda motor berbahan bakar setrum dan telah menerima penawaran harga yang bahkan lebih murah dari roda dua konvensional.
“Kemarin saya sempat lihat brosur, harga aslinya Rp17 juta, dia nawarin [diskon harga menjadi] Rp11 juta,” ujarnya.
Selain harga unit yang mulai bersaing, Yesvika juga terdorong faktor ongkos bahan bakar minyak (BBM) yang kini kian mahal.
Azizah Rahim, juga pegawai swasta ibu kota, tengah mempertimbangkan untuk membawa pulang mobil dan sepeda motor listrik. Bedanya, pertimbangan Azizah lebih condong pada pengurangan emisi dari aktivitas kesehariannya. Dia sudah dalam tahap memikirkan sumber energi listrik yang juga mestinya terbarukan.
“Rencananya, saya bisa pakai solar cell, dimana nanti saya bisa provide source [listrik] buat saya sendiri. Jadi saya bisa minta rebate ke PLN. Intinya buat lebih hemat dan go green,” jelasnya.
Upaya untuk hidup lebih hijau juga membawanya pada pertimbangan sumber nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik yang akan dibelinya kelak.
“Kalau nikel, terutama yang PMA [penanaman modal asing] di Morowali [Sulawesi Tengah], itu tidak ramah lingkungan,” keluhnya.
Merunut Buntut Elektrifikasi
Kekhawatiran Azizah cukup beralasan karena lumbung tambang nikel di Sulawesi, Maluku, dan sebagian Papua, banyak bersisian dan beririsan dengan hutan alam. Deforestasi pun tak terelakkan.
Pemerintah sebenarnya telah merencanakan EV sebagai kendaraan utama menuju target emisi nol bersih 2060. Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang baru direvisi dan dipublikasi pada 30 September 2022, pemerintah menaikkan target pemangkasan emisi 2030 menjadi 31,89 persen dan 43,2 persen, masing-masing tanpa dan dengan bantuan pendanaan internasional. Target itu naik dari sebelumnya hanya 29 persen dan 41 persen.
Ekskavator beroperasi di area tambang PT Teknik Alum Service di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (17/3/2022). Bloomberg/Dimas Ardian.
Namun demikian, potensi meluasnya lokasi tambang nikel ke kawasan hutan kian terbuka lebar, sehingga berpeluang menjadi kontraproduktif dengan target NDC tersebut.
Yayasan Auriga Nusantara mendata total lahan konsesi tambang nikel pada rentang 2001 hingga 2021 seluas 3,95 juta hektare. Sementara itu, dari data Geoportal Kementerian ESDM, sampai dengan 2 November 2022, terdapat 302 izin usaha pertambangan dan kontrak karya komoditas nikel yang masih berlaku, dengan total luas lahan 614.142,58 hektare. Sebanyak 247 izin diantaranya terpusat di Sulawesi, 52 di Kepulauan Maluku, dan tiga sisanya di Papua.
Sepanjang tahun ini saja, terjadi penambahan lahan konsesi seluas 64.714 hektare untuk 13 izin yang terbit. Angka itu mengalami peningkatan dari hanya 7 izin saja yang keluar pada 2021 dengan luas konsesi lahan hanya 2.651,25 hektare.
Lahan konsesi tambang nikel paling luas terletak di Sulawesi Tenggara (223.070,88 hektare), Maluku Utara (213.896,45 hektare), dan Sulawesi Tengah (225.485,30 hektare). Dua konsesi lahan PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) membentang di antara dua provinsi, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, seluas 93.265 hektare.
luas konsesi tambang nikel
INCO menjadi korporasi dengan konsesi lahan terluas di Indonesia, 118.017 hektare atau 14,63 persen dari total konsesi tambang nikel saat ini. Menyusul kemudian PT Weda Bay Nickel seluas 45.065 hektare (5,58 persen). Penambang nikel pelat merah, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) tercatat mengantongi konsesi nikel seluas 16.184,50 hektare.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mewanti-wanti potensi perusakan hutan alam secara besar-besaran oleh industri tambang nikel yang didorong tingginya permintaan mineral tersebut.
“Tambang itu kan sifatnya dua, rakus lahan dan rakus air. Dia bisa jadi menggali ratusan kilogram sampai ton [tanah] untuk menghasilkan satu gram mineral, dan pasti dia tidak hanya mengejar yang satu gram, artinya dia butuh lahan yang luas,” kata Rere Christianto, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, ditemui belum lama ini.
Koleksi data Auriga menunjukkan, dari total konsesi lahan tambang nikel seluas 3.958.468 hektare pada rentang 2001 hingga 2021, hutan alam yang terdeforestasi tercatat seluas 333,409 hektare, lebih dari lima kali luas DKI Jakarta. Data tersebut diolah dari luas konsesi tambang nikel dari Kementerian ESDM dan luas tutupan hutan alam Global Forest Watch.
Luas Deforestasi = 5x Luas DKI Jakarta
Dalam rentang dua dekade tersebut, deforestasi paling menjulang terjadi pada 2016 dan 2015 dengan luas masing-masing 56.495 hektare dan 47.537 hektare, meski kemudian mereda ke angka belasan ribu pada tahun-tahun selanjutnya. Teranyar, sepanjang tahun lalu, deforestasi akibat tambang nikel tercatat seluas 13.394 hektare.
Dari analisis indikatif Auriga, dapat dihitung pula volume emisi yang dilepas dari deforestasi tambang nikel pada rentang 2001-2021. Perhitungannya menggunakan faktor emisi dalam panduan Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC) 2006 yang menyatakan bahwa 1 ton biomassa sama dengan 0,47 ton karbon.
Karbon kemudian dikonversi menjadi setara emisi dengan satuan CO2-ekuivalen (CO2-e) dengan dikalikan faktor 3,67. Asumsi biomassa tersebut sesuai dengan dokumen Forest Reference Emission Level (FREL) Dirjen Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2015.
Perhitungan tersebut menghasilkan faktor emisi per regional dengan besaran 474,7 ton CO2-e per hektare untuk Sulawesi dan 519,9 ton CO2-e per hektare untuk Maluku.
Secara total, emisi yang dilepas dari deforestasi hutan karena tambang nikel pada rentang dua dekade tersebut sebesar 318,45 juta ton CO2-e. Jika dirata-rata, emisi dari deforestasi akibat tambang nikel pada rentang waktu tersebut tercatat sebesar 7,58 juta ton CO2-e per tahun.
Sebagai konteks, total emisi karbon tahunan Indonesia pada 2020 tercatat sebesar 589,5 juta ton CO2-e, atau 1,7 persen dari total emisi karbon dunia sebesar 34,81 miliar ton CO2-e.
Di empat provinsi kaya nikel, total emisi dari deforestasi yakni 48,34 juta ton CO2-e (Sulawesi Tengah), 31,05 juta ton CO2-e (Sulawesi Tenggara), 27,22 juta ton CO2-e (Maluku Utara), dan 40,05 juta ton CO2-e (Sulawesi Selatan).
Dua raksasa penambang nikel di Indonesia, Antam dan Vale Indonesia, dalam banyak kesempatan menyatakan telah melaksanakan good mining practice.
Menanggapi dampak deforestasi dari aktivitas tambang nikel, Corporate Secretary Division Head Antam, Syarif Faisal Alkadrie menjelaskan sepanjang tahun lalu, Antam telah melakukan reklamasi pascatambang pada lahan seluas 1.215,63 hektare, atau 47,38 persen dari jumlah lahan terganggu pada 2021 seluas 2.462,03 hektare. Dana investasi lingkungan Antam pada tahun lalu mencapai Rp102,08 miliar.
Pada 2021 pula, dua unit bisnis pertambangan (UBP) nikel Antam di Kolaka, Sulawesi Tenggara dan di Maluku Utara, meraih penghargaan Proper Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Proper Biru diberikan kepada perusahaan yang memenuhi aspek tata kelola air, kerusakan lahan, pengendalian pencemaran laut, pengelolaan limbah B3, pengendalian pencemaran udara, pengendalian pencemaran air, dan implementasi AMDAL.
"Reklamasi dan rehabilitasi menjadi salah satu fokus Antam yang diterapkan di seluruh unit bisnis perusahaan, " kata Syarif, dihubungi belum lama ini.
Sementara itu, Vale Indonesia pada 2021 menerima penghargaan Proper Hijau dari KLHK, dengan kriteria penilaian meliputi keanekaragaman hayati, sistem manajemen lingkungan, 3R limbah padat, 3R limbah B3, konservasi penurunan beban pencemaran air, penurunan emisi, dan efisiensi energi.
Vale menargetkan hingga 2025 akan mereklamasi lahan tambang seluas 15.000 hektare. Adapun, capaian reklamasi pascatambang pada 2021 mencapai 283,74 hektare dengan total akumulasi seluas 3.249 hektare.
"Selebihnya kami menargetkan ada lebih dari 10.000 Ha lahan akan selesai direklamasi dan direhabilitasi pada 2024," tulis perusahaan dalam Sustainability report 2021.
Febriany Eddy, Presiden Direktur Vale Indonesia pada acara serah terima hasil rehabilitas hutan, beberapa waktu lalu, menebalkan target rehabilitasi pascatambang perseroan hingga 2025
"Perseroan terus melakukan rehabilitasi pada sejumlah lahan pascatambang, demi menjaga keberlanjutan ekosistem dikawasan hutan areal operasional tambang," ujarnya.
Sampai dengan Juli 2022, realisasi reklamasi lahan tambang Vale terhitung seluas 119,25 hektare. Hingga akhir tahun ini, Vale menargetkan dapat melakukan reklamasi pascatambang di lahan seluas 293,44 hektare. Seluruh lahan reklamasi pascatambang berada di Sorowako
Vale merogoh kocek sebesar US$6,76 juta (Rp104,69 miliar) pada 2021 dan US$7,45 juta (Rp115,33) miliar pada 2022 untuk penutupan dan rehabilitasi pascatambang.
Tata Kelola Tambang
Kepala Divisi Corporate Strategy MIND ID Syafrizal menyebut nikel sebagai mineral masa depan yang terkait erat dengan green economy. Tambang mineral lain seperti aluminium dan tembaga di bawah pengelolaan MIND, juga bakal dijadikan tunggangan untuk mewujudkan ekosistem kendaraan listrik terintegrasi di Indonesia.
Dia pun tak menampik bahwa dukungan pemerintah telah mengalir deras, entah dalam bentuk penyederhanaan aturan dan perizinan, atau insentif fiskal.
“Dukungan pemerintah sudah selaras, penyederhanaan aturan, memudahkan perizinan, memberikan insentif-insentif fiskal. Ini nantinya, konsistensi kebijakan bisa berjalan dengan baik sehingga hilirisasi komoditas-komoditas juga bisa berjalan dengan baik,” kata Syafrizal dalam webinar Promosi Hilirisasi SDA Untuk Perkuat Perekonomian Indonesia, Rabu 7 September 2022.
Penyederhanaan aturan itu setidaknya bisa ditilik dari revisi Undang-Undang No.3/2020 tentang pertambangan mineral dan batubara, sebagai revisi teranyar dari Undang-Undang No.4/2009. Pada beleid hasil rombakan itu, pemerintah menambahkan dan menghapus beberapa poin yang berpotensi menjadi problematis dalam kaitannya dengan lahan hutan.
Misalnya, pemerintah menambahkan poin a yang melekat pada ayat 28 pasal 1 beleid tersebut. Bunyinya menyebutkan tentang wilayah hukum pertambangan, yaitu mencakup seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.
“Tandanya bagi pemerintah seluruh wilayah di indonesia diperbolehkan untuk dilakukan pertambangan. Itu menyalahi konsep perizinan, karena konsep izin itu harus dipandang sebagai pemberian hak khusus kepada tindakan yang dilarang,” kata Rere dari Walhi.
Sementara itu, kewajiban pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) juga disunat dalam ketentuan yang baru. Sebagaimana perubahan pasal 99 berbunyi “Pemegang IUP atau IUPK wajib menyusun dan menyerahkan rencana reklamasi dan/atau rencana pasca tambang.”
Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) beroperasi di Morowali, Sulawesi Tengah, Rabu (16/3/2022). Bloomberg/Dimas Ardian.
Rere memandang degradasi ketentuan ini sebagai jalan bagi pemerintah membuka lebar pintu masuknya investasi asing ke sektor tambang dan penghiliran industrinya. Terbukti dengan realisasi investasi kuartal III/2022 yang tumbuh 63,6 persen year-on-year (yoy). Industri logam dasar berkontribusi 23,6 persen dengan nilai US$2,8 miliar, terbesar di antara sektor lain.
Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar mengatakan pada praktiknya, izin-izin tambang diterbitkan bukan di ruang kosong, melainkan kawasan esensial bagi warga masyarakat. Sebut saja lahan pertanian, perkebunan, hutan, sumber air, bahkan tak sedikit pula yang merambah permukiman.
Menurut pantauannya, hampir tidak ada kawasan pertambangan yang tidak menimbulkan konflik horizontal. Perlindungan terhadap hak hidup masyarakat, juga tidak menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Pasal 145 Undang-Undang Minerba telah membuka pintu bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan jika terjadi kerugian akibat kegiatan usaha pertambangan. Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan pertambangan berhak mendapat ganti rugi sesuai ketentuan perundang-undangan, dan/atau mengajukan gugatan melalui pengadilan.
Namun, pada praktiknya, represi kepada masyarakat di seputar area tambang kerap terjadi dan seolah menjadi jalan pintas bagi korporasi untuk menuntaskan penolakan-penolakan. Jika pun sampai ke meja hukum, prosesnya tidak pernah mudah dan sebentar.
Misalnya saja, putusan Mahkamah Agung nomor 47 PK/Pid.Sus/2020 terhadap empat eksekutif PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) atas perambahan kawasan hutan lindung, baru terbit pada 2020 padahal sudah diperkarakan sejak 2011. Hukumannya pun relatif ringan, hanya 2 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Dengan model kebijakan yang hari-hari ini ditunjukkan, Melky mengaku pesimistis mengenai masa depan tata kelola pertambangan di Indonesia. Pergumulan sumber daya nikel tidak hanya melibatkan korporasi-korporasi besar dan industri otomotif, tetapi juga kekuatan politik di lingkar kekuasaan pemerintah pusat.
“Langkah indonesia shift ke kendaraan listrik ini penuh ironi, karena bagaimana ceritanya hendak mengelektrifikasi kendaraan, tetapi kawasan hutan kita justru dihancurkan. Kan juga akan menambah emisi,” kata Melky.
Anthony Bebbington, seorang profesor di Sekolah Pascasarjana Geografi Universitas Clark dalam sebuah wawancara, dilansir Bloomberg, menggarisbawahi lonjakan permintaan logam penting untuk energi terbarukan dan kendaraan listrik dapat menimbulkan risiko baru
"Salah satu risikonya adalah transisi energi hanya memindahkan tekanan pada hutan di daerah di mana batu bara berada, ke daerah di mana mineral transisi berada," katanya.
Nikel Mengalir Sampai Jauh
Perlu digarisbawahi bahwa deposit nikel di Indonesia berjenis oksida atau laterit, dengan kadar nikel yang lebih rendah dibandingkan dengan nikel sulfida yang banyak ditemukan di Kanada, Rusia, dan Australia. Nikel laterit, yang banyak tersebar di negara tropis seperti Indonesia, Filipina dan Kaledonia Baru, memerlukan proses peleburan dan pemurnian dengan energi lebih banyak serta teknologi yang lebih mahal untuk menghasilkan produk kelas 1.
Metode peleburan dan pemurnian tersebut yakni proses hidrometalurgi, high pressure acid leaching (HPAL). Dengan HPAL, nikel laterit bisa diproses menjadi nikel kelas 1 dengan kadar di atas 99,8 persen dan digunakan sebagai bahan baku baterai listrik.
Nikel laterit yang diolah dengan proses pirometalurgi, akan menghasilkan nikel kelas 2 seperti feronikel dan nickel pig iron (NPI), bahan baku stainless steel, industrial alloy, dan sebagainya.
Klasifikasi & Pengolahan Nikel
Ongkos investasi yang tinggi mendorong pemerintah mengundang investor asing. Meski Indonesia menggenggam cadangan nikel terbesar di dunia, industri penghiliran banyak dikuasai asing. Korporasi asal China paling banyak menyemut di industri penghiliran nikel Indonesia. Sedangkan China dan Jepang menjadi dua negara yang selama beberapa tahun ke belakang paling banyak menadah nikel dari Indonesia.
Disarikan dari data ekspor-impor Badan Pusat Statistik (BPS), pengapalan nikel Indonesia ke China sempat surut pada 2017-2020, sebelum kemudian melonjak pada 2021 sebesar 82,35 juta ton, hampir menyaingi Jepang sebesar 83,16 juta ton. Angka itu kemudian melonjak tajam pada semester I/2022 sebesar 233,80 juta ton, jauh menyaingi Jepang 33,74 juta ton.
Data ekspor tersebut menopang fakta menjamurnya perusahaan pengolahan nikel asal China di Indonesia, yang bisa ditilik sejak pembangunan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada 2013. Penelusuran beneficial ownership IMIP menunjukkan keterhubungan dan kelindan modal raksasa nikel China dan dunia.
IMIP dikontrol tiga perusahaan: Shanghai Decent Investment Group (49,7 persen), PT Sulawesi Mining Investment (25 persen), dan PT Bintangdelapan Investama (25,3 persen).
Shanghai Decent adalah anak usaha Tsingshan Group, sementara PT SMI dikuasai Shanghai Decent dengan kepemilikan 46,55 persen, PT Bintangdelapan Investama 25,65 persen dan sisanya dibagi antara Reed International Ltd., dan Fujian Decent Industrial Co. Ltd.
Selain IMIP, modal dari Negeri Panda juga berputar di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Tiga raksasa China yang menguasai IWIP yakni Tsingshan Group (40 persen), Huayou Group (30 persen), dan Zhenshi Group (30 persen).
Hingga kini, IWIP tercatat telah memiliki 30 smelter nikel dengan teknologi pirometalurgi dan kapasitas pemurnian 30.000 ton nikel per tahun.
Industri Komponen Baterai Berbasis Nikel
Adapun, Tsingshan Group bersama dengan Brunp Recycling Technology yang merupakan anak usaha CATL, serta GEM Material Co. Ltd dan Hanwa Co.Ltd dari Jepang, berkongsi membangun pabrik bahan baku kendaraan listrik, PT Qing Mei Bang (QMB) New Energy Materials Indonesia. Nilai investasinya tercatat US$998,57 miliar.
Tsingshan juga mengucurkan modal di PT Huayue Nickel & Cobalt bersama dengan Huaqing Nickel & Cobalt dan W-Source Holding Ltd, dengan nilai investasi US$1,28 miliar.
Di dua perusahaan smelter lainnya, PT Fajar Metal Industry, Tsingshan mengantongi saham 99,9 persen, dan 35 persen di PT Youshan Nickel Indonesia. PT Halmahera Persada Lygend, di sisi lain, dimiliki Harita Group (63,1 persen) dan Ningbo Lygend Mining (36,9 persen).
Di gelanggang industri logam dunia, Tsingshan adalah salah satu juaranya. Pada 2018, Tsingshan menghasilkan 9,29 ton baja dan duduk di posisi ke-46 produsen baja terbesar dunia.
Pada 2020, Majalah Fortune menempatkan Tsingshan Group di peringkat ke-10 perusahaan penghasil logam terbesar dunia. Tsingshan belakangan juga membangun pabrik baterai lithium di Sulawesi Tengah.
Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) dalam riset berjudul ‘Rangkaian Pasok Nikel Baterai dari Indonesia dan Persoalan Sosial Ekologi’ menjabarkan potensi rantai suplai produk nikel baterai dari perusahaan pengolahan nikel di Morowali, Pulau Obi, dan Weda.
Hasilnya, perusahaan-perusahaan pemilik pemurnian nikel tercatat sebagai pemasok baterai global. Mereka terhubung ke beberapa merek otomotif dunia seperti Toyota, Daimler, Tesla, Honda, hingga industri otomotif China seperti Dongfeng passenger cars, SGMW, Weltmeister, Xiamen Kinglong, dan SRRC.
Dari peta rantai pasok dan kelindan modal di industri pengolahan nikel, ada raksasa-raksasa yang menggawangi dan kemungkinan menenggak keuntungan paling besar. Nikel, yang disebut-sebut sebagai mineral masa depan, selayaknya tidak menihilkan fungsi hutan dan faktor ekologis lainnya. Jika paru-paru bumi terus dibabat di kawasan-kawasan jantung nikel dunia di Indonesia, tujuan elektrifikasi kendaraan untuk pemangkasan emisi, tidak lagi bertaji.