Guru, mahasiswa hingga ibu rumah tangga menjadi bagian dari kelompok masyarakat yang rentan terhadap produk-produk dan praktik layanan keuangan ilegal.
Tingkat literasi keuangan yang rendah, bersamaan dengan kemudahan teknologi di era booming digital serta gaya hidup konsumtif imbas dari tren flexing yang marak di media sosial, membuat praktik-praktik layanan keuangan ilegal tumbuh subur, diantaranya pinjol illegal.
Kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan menjadi pekerjaan rumah seluruh stake holder dalam industri keuangan. Harapannya, masyarakat tidak lagi hanya sekadar membeli atau menggunakan produk keuangan, tetapi juga memahami karakteristik produk tersebut.
Tingkat literasi keuangan yang tinggi yang dibarengi dengan inklusi keuangan yang optimal pada gilirannya dapat menekan praktik-praktik layanan keuangan illegal yang cukup marak belakangan.
Untuk itu, Kamu dapat mencoba mengisi sejumlah pertanyaan di bawah ini untuk mengetahui pemahamanmu mengenai praktik dan produk layanan keuangan yang resmi?
Soal 1 dari 5
Apakah pengertian dari Literasi Keuangan?
- Keterampilan untuk menghitung imbal hasil produk investasi dan meningkatkan hasil investasi
- Pengetahuan dan keterampilan terkait finansial untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan
- Aplikasi untuk memilih produk-produk keuangan dan investasi
Soal 2 dari 5
Apakah yang dimaksud dengan inklusi keuangan?
- Ringkasan sebuah produk keuangan
- Kumpulan produk-produk keuangan untuk nasabah kaya
- Akses terhadap produk dan layanan keuangan
Soal 3 dari 5
Mana di bawah ini yang bukan merupakan produk atau layanan keuangan?
- Pinjol (pinjaman online)
- Judol (judi online)
- Online banking
Soal 4 dari 5
Berikut adalah tips yang harus diperhatikan saat memilih aplikasi pinjaman online (pinjol), kecuali?
- Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
- Pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan
- Pilih pinjol dengan persyaratan paling mudah dengan limit pinjaman terbesar
Soal 5 dari 5
Di bawah ini adalah ciri-ciri pinjaman online legal, kecuali
- Tidak pernah menawarkan melalui saluran komunikasi pribadi
- Mempunyai layanan pengaduan
- Meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam gawai peminjam
Literasi keuangan di Indonesia menunjukkan perkembangan positif dalam satu dekade terakhir. Capaian serupa terjadi pada tingkat inklusi keuangan.
Kendati begitu, dalam dua tahun terakhir, data teranyar menunjukkan koreksi pada indeks inklusi keuangan nasional. Padahal, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, tingkat inklusi keuangan nasional bisa mencapai 90% pada 2024.
Kurva peningkatan literasi keuangan pun tak sepadan dengan target inklusi. Kondisi itu tecermin dari data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang baru saja dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan SNLIK 2024, OJK melaporkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia mencapai 65,43%, sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.
Literasi keuangan merupakan pengetahuan, keterampilan, keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku keuangan seseorang untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.
Sementara itu, inklusi keuangan adalah ketersediaan akses bagi masyarakat untuk memanfaatkan produk dan/atau layanan jasa keuangan di lembaga keuangan formal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan.